Bawaslu Kota Magelang Gelar Penguatan Kelembagaan Jilid II, Teguhkan Peran Pengawas Pemilu Hadapi Disinformasi Digital
|
Kota Magelang, Komitmen memperkuat kinerja pengawas pemilihan terus ditunjukkan Bawaslu Kota Magelang. Kamis, 27 November 2025, bertempat di Hotel Trio Magelang Bawaslu kembali menggelar Penguatan Kelembagaan Jilid II bersama berbagai mitra strategis dengan mengusung tema besar:
“Penguatan Kelembagaan Bawaslu Dalam Menangkal Disinformasi di Media Sosial.”
Acara ini menjadi ruang kolaboratif untuk memperdalam pemahaman mengenai dinamika pengawasan pemilu di era digital, khususnya terkait maraknya misinformasi, disinformasi dan hoaks yang kerap mengganggu kualitas demokrasi.
Ketua Bawaslu Kota Magelang, Maludin Taufiq, secara resmi membuka kegiatan dengan menegaskan bahwa menjaga integritas pemilu tidak dapat dilakukan Bawaslu seorang diri. Perlu sinergi lintas lembaga, media, komunitas pegiat literasi digital, hingga organisasi masyarakat untuk menghadapi tantangan besar bernama disinformasi.
“Disinformasi bukan hanya ancaman informasi, tetapi ancaman bagi demokrasi. Kegiatan ini adalah bentuk kesiapan kita untuk bergerak bersama,” tegasnya.
Sesi pertama menghadirkan Panji Prasetyo yang membedah arah masa depan pengawasan pemilu. Ia memaparkan bagaimana transformasi digital membuat pola pelanggaran semakin adaptif dan canggih, sehingga Bawaslu dan mitra pengawas harus terus meningkatkan kapasitas, termasuk pendekatan berbasis data dan penguatan literasi digital masyarakat.
“Pemilu masa depan tidak hanya soal suara, tapi soal informasi. Siapa yang menguasai narasi, dialah yang menguasai ruang demokrasi,” ujarnya.
Sesi ini dipandu oleh Zakariya, SHI, anggota Bawaslu Kota Magelang, yang sekaligus berperan sebagai moderator dan menjaga alur diskusi interaktif bersama peserta.
Materi kedua menghadirkan pemantik baru melalui perspektif pencegahan hoaks. Kak Fida dari Mafindo Magelang Raya menyampaikan dua pendekatan penting yaitu prebunking (pencegahan sebelum hoaks berkembang) dan prebunding (penguatan mental publik agar tidak mudah percaya pada informasi keliru). Materi ini membuka ruang kesadaran bahwa melawan hoaks tidak cukup dengan klarifikasi setelah beredar, melainkan harus dilakukan melalui edukasi dan literasi sejak awal.
Sebagai penutup materi, Sylvia A. Paramitha menyoroti peran krusial media. Menurutnya, media bukan sekadar penyampai informasi, tetapi pembentuk persepsi publik yang dapat menjaga atau bahkan merusak kualitas pemilu.
“Media adalah mitra demokrasi. Jika media sehat, maka informasi publik juga sehat,” jelasnya.
Ia juga mendorong agar Bawaslu sensitif terhadap dinamika pemberitaan, aktif membangun hubungan dengan media, serta memastikan informasi publik terkait pengawasan dapat diterima dengan jernih dan objektif.
Nuansa kegiatan terasa hidup. Peserta aktif berdialog, bertanya, bahkan saling menimpali gagasan. Komunikasi dua arah menciptakan ruang belajar yang dinamis dan bernilai bagi semua pihak.
Isu-isu yang muncul beragam seperti strategi penanganan hoaks politik, cara cepat membedakan fakta dan fitnah, hingga bagaimana Bawaslu membangun respon komunikasi digital agar tidak tertinggal narasi.
Acara kemudian ditutup dengan semangat bersama bahwa masa depan pemilu yang bersih, jujur, dan demokratis akan sangat ditentukan oleh kekuatan pengawasan yang solid dan celik informasi.
Melalui program ini, Bawaslu Kota Magelang memastikan penguatan kelembagaan bukan hanya dokumen program, tetapi gerakan nyata. Kolaborasi, literasi digital dan kesadaran publik menjadi pondasi penting menghadapi pemilu era disrupsi informasi.
Pemilu bermartabat tidak lahir dari kerja satu lembaga, tetapi dari kesadaran kolektif menjaga kejujuran demokrasi.
Penulis : Humas