Bawaslu Kota Magelang Gelar FGD Bahas Dampak Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 terhadap Siklus Pemilu
|
Magelang, 9 September 2025 – Bawaslu Kota Magelang mengadakan kegiatan Focus Group Discussion yang membahas implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135/PUU-XXII/2024 terhadap pelaksanaan pemilu yang akan datang. Kegiatan berlangsung di ruang meeting Bawaslu Kota Magelang dan diikuti oleh jajaran staf Bawaslu dan mahasiswa program MBKM.
Ketua Bawaslu Kota Magelang, Maludin Taufiq, S.IP., menyampaikan bahwa putusan MK tersebut menyebabkan perubahan signifikan, yaitu pembagian penyelenggaraan pemilu menjadi dua tahap, pemilu nasional dan pemilu daerah, dengan jeda waktu sekitar 2 hingga 2,5 tahun. Menurut beliau, kebijakan ini berpotensi memberikan ruang efisiensi sekaligus mengurangi beban penyelenggara yang pada pemilu sebelumnya bekerja berdampingan dengan tahapan pilkada. Namun, Taufiq juga menyoroti kemungkinan putusan tersebut tidak langsung diimplementasikan, mengingat kewenangan legislasi tetap berada pada DPR dan Presiden.
Maludin Taufiq, S.IP, menyampaikan penjelasan terkait dampak putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024.
Setelahnya, Komisioner Bawaslu Kota Magelang, Syilvia Ayu Paramita, S.IP. sebagai pemateri, menjelaskan bahwa putusan MK ini bermula dari uji materi yang diajukan oleh Perludem terhadap beberapa pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017 dan UU No. 8 Tahun 2015. Ia menguraikan bahwa dampak putusan tersebut dapat memengaruhi durasi masa jabatan DPR/DPRD hingga mencapai 7–7,5 tahun, serta membuka peluang munculnya pola kampanye tandem antara calon legislatif pusat dan daerah. Syilvia juga menekankan perlunya evaluasi lebih detail agar pemisahan tahapan pemilu tidak justru mengakibatkan kerumitan baru dalam sistem demokrasi.
Komisioner Abdul Qohir Zakariya, S.HI., menaksir bahwa Pemilu 2019 merupakan penyelenggaraan paling transparan. Menurut beliau, perubahan sistem yang didorong lewat putusan tersebut mungkin dapat menambah biaya penyelenggaraan sekaligus menurunkan partisipasi masyarakat. Ia menegaskan bahwa UU No. 7 Tahun 2017 dan UU No. 10 Tahun 2016 masih relevan diterapkan dan telah terbukti mengakomodasi kebutuhan pemilu di Indonesia.
Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 berpotensi membawa perubahan besar terhadap siklus pemilu dan pola kampanye. Meski dinilai dapat meningkatkan fokus dan efektivitas penyelenggaraan, sebagian pihak menilai kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpastian serta risiko penambahan biaya. Implementasi putusan sepenuhnya bergantung pada DPR dan Presiden, sementara Bawaslu perlu mulai menyiapkan strategi pengawasan dan sosialisasi publik secara lebih intensif.
Penulis: M Farhan Nugraha
Foto: Azzuma Azra